Sabtu, 29 September 2012

Kita Tak Tau

Bila kau tak tau berapa jarak
sebuah bintang dari matamu
aku pun juga tak tau
tapi aku lebih tak tau
berapa jarak tindakan dengan ucapan
yang menyebutkan nama-nama kehidupan

Hingga aku tak bisa berhenti bertanya

Telah ku serahkan resah pada badai
sementara aku tak tau berapa usianya matahari
seribu badai mengembalikan resah padaku
sementara aku tak tau kapan padamnya matahari

Semuanya engkau pun tak tau
tapi engkau lebih tak tau
siapa saja yang ikut mencoret sajakku

Mataku jadi putih
menyaksikan waktu yang kita lintasi
sambil memberikan sentuhan-sentuhan kecil.

Shan

Malam temaram tanpa angin 
sunyi tergenang di seluruh daratan 
begitu tenang.. 
ketika ku dengar kembali 
pesanmu menjelang tidur.. 

Tulislah 
dan kembali 
bacakan.. 

Tentang kisah-kisah yang terpendam di jalan buntu 
tentang nafas yang reda sehabis kecewa 
tentang segala yang tak sempat mencatatkannya 
yang sesekali melintas samar 
bagai jalinan bayang-bayang di siang lengang 
tercelup warna hitam keabuan 

Ya 
serasa masih ada yang di tiupkan 
pada kejauhan masing-masing, ketiadaan kita. 
sebab belum ada jawaban 
dimanakah kita telah bertanya, 
sebab kita belum mengerti 
sebab kita belum sampai 
dalam saat-saat yang teduh 
dan di tembok-tembok yang utuh 
di atas gugus-gugus yang yang di pertahankan 
awan tergantung beku bersama malam hari. 

Setelah kembali membacanya, ku goresi 
yang harus di lupakan 
belenggu kenangan memabukan 
belenggu kemanjaan, atau impian 
mengambang ke dunia impian yang menjauh 
sebab bila seketika langit merendah 
bumi pun kembali mendebarkan hidup 
busur-busur pun bergetar gempita 
terbangkan panah-panah kilatan cahaya 
menembus awan bergantung beku 
menembus malam hari 
menembus rahasia waktu yang di perebutkan. 

Sementara kita pun di tinggal dan meninggalkan 
mengenang dan di lupakan 
sebelum fana jadi abadi 

Shan.. 
Bukan semata nasib yang memisah 
tapi adalah keliaranku semata 
sedang kau begitu jinak 
kelelaan dan kehinaan hidupku 
kau rangkul tanpa memberi tara 
hingga aku terpaut padamu. 

Kini, 
dalam tak bisa menyatukan sunyi 
kita pun jadi tergoda-mungkin 
untuk cemas atau mengutuki. 
Inilah bahasa rindu percintaan kita 
bahasa sepi yang nakal 
gendangnya menikam-nikam. 

Berapa kali purnama datang 
ku hitung dengan nafas pengharapan 
udara kian renggang di langit bogor.

Jumat, 28 September 2012

Fragmen

     Benquite yang sempurna. Undangan yang tidak lebih dari 150 orang itu hanya terdiri dari keluarga dan teman-teman dekat kedua mempelai. Lilin dan rangkaian bunga saling berebut perhatian dibanding makan malam yang tersaji. Siapapun harus mengakui kepiawaian penataan pesta itu. Kombinasi yang menunjukkan kecermatan dan selera Nana, pengantin perempuan.
     Meja paling sudut terlihat sepasang tangan yang memainkan api lilin, cahaya redup membias di wajahnya. Matanya sendu menatap kosong, sesekali terperanjat waktu jilatan lilin memakar jarinya, tak terlalu peduli rasa perih terbakar dimainkannya api lilin walau kemudian pikirannya sudah kosong kembali.
  
     "Di" seseorang menyapanya dari samping. "Makasih udah datang, aku pikir kamu ga mau memenuhi undanganku"
     "Aku pasti datang Na" jawab orang yang dipanggil "Di"
     " Ini acara penting buat kamu, mana mungkin aku melewatkannya."
     "Katakan sesuatu Di, aku akan mengikuti kemauanmu"
     "Apa Na, aku ga tau mesti bilang apa. Selamat untuk pernikahanmu ya, besokkan pemberkatannya?" orang yang dipanggil "Di" itu mengajukan pertanyaan retoris. siapa saja yang ada di situ pasti tahu pemberkatan mempelai dilaksanakan besok pagi.

     "Kamu ga cinta aku Di?"
     "Sudahlah Na, tak perlu membahas hal itu"
     "Kalau kamu bilang aku harus menghentikan pernikahan ini, aku mau Di...apa saja yang kamu minta aku ikuti. katakan kamu mencintaiku." Nana mendesah berat...matanya putus asa.
     " Aku ga pernah mencintaimu Na, lanjutkan prosesimu"
     "Baiklah kalau begitu." Nana berucap, sekelebat benda mengkilat keluar dari gaun pestanya... terlambat lelaki itu menyadari apa yang selanjutnya terjadi.
     "Akhh...."Sedikit keluhan keluar,..... darah merembes.....semua mata terperangah memandang tubuh yang terkulai.
     "Aku mencintaimu Na...aku mencintaimu." Mata yang tadi menatap kosong nyala api lilin merembes air mata. "Aku bohong kalau bilang ga cinta kamu" terbata-bata kalimat keluar dari bibirnya.
Di pelukannya Nana menghembuskan nafas, wanita yang teramat ia cintai tetapi yang tak punya pilihan menolak pinangan pria lain.

Just Want To Be With You

Aku ingin bisa menghentikan waktu
Untuk bisa selalu bersamamu
Tak ingin aku di masa depan jika kau tak ada di situ
Setiap detik, setiap waktu, ada hal berharga bagiku
Ketika bersamamu selalu



Minggu, 23 September 2012

Sajak Pucat

Sayang....
Maafkan bila sajak ini sedemikian pucat
Dan cinta yang mengiringnya compang_camping
Gemetar tanpa kekuatan
Menitis gerhana dalam rahim malam
Sayang....
Berapa kali langkah terantuk
Berapa memar melepuh
Sungguh aku kehilangan arah berpusar pada kesenyapan
Mengikut jejakmu membawaku terdampar di negeri asing
Tanpa suluh tanpa penunjuk arah

Langit

Bernyanyilah dalam getar-getar bunga
atau duduk saja menikmati malam 
mungkin angin akan datang menengokmu dalam kecemasan 
tapi yang ingin di ucapkannya 
adalah kata-kata yang terpandam dari hatimu. 


Bernyanyilah dalam selimut-selimut batu 
atau mengembara dalam hujannya kata-kata 
sebab langit yang turun adalah sahabat bumi 
yang menyiram kebun-kebun asuhannya 
itulah bahasa 
tapi matamu telah buta membacanya.

Sabtu, 22 September 2012

Cinta

Cinta, aku takkan memperindah kata-kata karena aku hanya ingin menyatakan cinta dan kebenaran adakah yang lebih indah dari cinta dan kebenaran? maka memerlukan ratusan kata indah.. Tidak, Kebun Mawar inilah rasa cintaku! Cintaku yang kucinta Cintaku yang membakar rasa benci Cintaku yang meluluhkan dendam dan dengki Kamu itu adalah cintaku...

Jumat, 21 September 2012

When U need To Remember Me

Kalau kau ingin mengingatku Kenang aku seperti penyair kehabisan kata Menggumuli pikiran yang merana Tanpa bisa mengungkapkan rasa Dada ini sesak Dengan diam menganak_sungaikan air mata Turun mengalir sampai menghanyutkan diri sendiri Mati tenggelam dalam kesedihan panjang Di horizon remang senja kehabisan cahaya Waktuku tak lama sebelum akhirnya tiada Kekasih..... Mataku tertutup membawa rautmu dalam tidur panjangku

Cukup Sudah

Maka inilah yang ku kata 'cukup'
Cukup sampai disini mengantar bayanganmu pulang ke jasadnya
Cukup mengingat rona merah dadu semburat di pipi sore tadi (waktu bayangmu mencuri sesuatu dari bibirku)
Cukup untuk bualan kata bersimpang siur antara tawa, canda dan luka
Kukembalikan aroma tubuh, keringat bergumul debu, juga hela'an nafasmu
Cukup sudah....lalu jemariku mendesah lelah


*nite my beloved ^_^*

What Should I Do


Aku ingin menghentikan ingin 
Damai dalam kematian rasa 
Berhenti di titik nadir lalu lesap 
Tanpa ingatan tentang masa lalu 
 Tanpa harapan masa mendatang 
 Mengapa aku menyerahkan diri pada kekuatan yang membunuhku 
dan meredupkan cahaya matahari 
Atas nama cinta yang menyusuiku hingga dewasa 
Aku lupakan ingin menghentikan ingin 
Biar saja abu-abu jalanku 
Ada dan tiada sama saja

Jumat, 14 September 2012

To meet U

Kibasan anak rambut Nana menghasilkan butiran air seperti sprayer. ''Kota aneh'' gerutunya sambil meletakkan berkas seminar diatas nakas. Kotanya sendiri saat ini kering, panas, dan berdebu, tapi disini seperti hanya punya satu musim: hujan. Mengecilkan suhu ruangan, melempar remote AC ke tempat tidur, untuk kemudian menyambar handuk ia pergi mandi. Berendam air hangat sudah ada dibenaknya semenjak dari tempat seminar. Dingin adalah hal yang tidak disukainya, mungkin karena kotanya terletak di dataran rendah sehingga ia lebih terbiasa dengan gerah juga keringat. Suara Jasson Miraz dari hand phone yang dibawa masuk kamar mandi hilang begitu saja, pikirannya kosong...tenggelam bersama tubuhnya di dalam bathup. ''Ach, bisa ketiduran di sini aku'' bergegas diselesaikan mandinya. Tank top maroon dengan celana pendek jeans melekat di tubuh, rambutnya bergelung handuk, hingga dirasakannya sebuah tangan membekab mulutnya dan sebelah tangan lagi menekannya kebelakang bersandar tubuh pelaku. Kalut...takut...darahnya berhenti mengalir, ''apa aku tadi ga ngunci pintu, perasaan sudah'' Hening...ruang kamar hotel itu benar_benar senyap, akal sehat Nana melarangnya untuk berteriak. ''Bisa dicekiknya aku nanti'' Nana berlogika. ''Tapi kenapa orang ini diam saja?'' bahkan dari balik punggungnya Nana merasakan degub jantung yang tak kalah kencang dari dirinya sendiri ''Ach...penjahat amatiran ini kayaknya.'' dengan sekali gerak memutar berhasil dirubahnya posisi tubuh, mereka berhadapan. Sekarang jantungnya bukan lagi berdetak kencang, tetapi berhenti sama sekali. Penjahat itu merengkuhnya...Nana terisak, tak ada upaya melepaskan diri. Ini kotanya, daerah kekuasaannya. Dengan tahu jadual seminar Nana mudah menemukannya. Satu lagi ciri penanda: gelang yang sama. Terlalu berani berspekulasi tetapi itulah dia. Apa lagi sekarang yg bisa dilakukan Nana...entahlah, yang jelas aku berhenti berimajinasi sampai di sini :D

Kamis, 13 September 2012

Aku Ingin Kau Mencintaiku

Aku ingin kau mencintaiku 
Seperti matahari yang tak ingkar pada pagi.
Sebening embun memantulkan wajah rumput tempatnya bergayut.
Aku mau kau mencintaiku 

Selembut udara mengabarkan wangi tanah basah seusai hujan.
Aku mau kau mengingatku 

Seperti serdadu mendekap senapannya di medan laga.
Aku mau..aku ingin

Rabu, 12 September 2012

When I'm Broken

Di bawah kaki langit
Sore menelikung tajam
Dihempasnya aku pada terjal karang kehidupan
Hendak tertawakah engkau angin
Aku memang remuk namun tak berarti tanpa bentuk

Selasa, 11 September 2012

Memimpikan Mimpi

Katakan padaku bagaimana dapat ku eja namamu tanpa terluka
Menepis segala ingin yang membumbung seperti asap perapian
Aku lelah, kakiku berdarah
Mengikut kemana hati beranjak
Aku mengunyah mimpi seperti kanak_kanak menelan sarapan paginya
Tersedak...tersadar, bentang mimpi dan nyata tak terseberangi
Aku membasuh luka dengan cuka, nikmati perihnya

Senin, 10 September 2012

Aku Memilihmu

Minggu, 09 September 2012

Lady Rose

Jumat, 07 September 2012

Lelaki Di Punggung Bulan

Wangi Vodka terhunus di bibirmu
Sementara matamu mencari kata-kata
Berharap menemukan secarik pesan
Nihil.... seteguk Vodka mengalir kembali

Di punggung bulan biasanya dadamu telungkup
Tertawa seperti kanak-kanak manja
Membisikinya tentang mimpi
Meninggalkan ciuman kecil sebelum bola matamu menjadi sayu

Lelaki di punggung bulan
Luka berdarah jantungnya terhujam pedih
Bulan pudar hilang semarak
Tinggal sedih paling pedih, cinta tak berujung bahagia




Tepi Rhein

Tepian Rhein
Ada rindu mengapung tak bertuan
Kecipak airnya bagai puisi paling puitis
Yang hanya mampu dipahami kerikil di bawahnya
 Lalu seraut bayangan jatuh
Itu wajahmu.