Jumat, 23 November 2012

Kita Tak Tahu

kau mengecup keningku hangat dan lembut
''perempuanku, kaulah perempuanku" bisikmu
aku tersenyum menatap hitam bola matamu
disana ada aku, hanya aku
lalu hening dan kita mengukur kedalaman hati
inikah pilihan kita, jalan yang harus kita lewati

ternyata kita sama-sama tak tahu
bahkan untuk menghela nafas pun apakah masih mampu
ah...lebih baik diam
biar waktu menyimpan tanyaku

Rabu, 14 November 2012

Simpang Membenam

Pernahkah kau tau berapa banyak jarum menusuk bersama ragu
Mesti ku tanggung membayar setiap detik untuk bisa tersenyum bersamamu
Aku mengerti bila dirimu tak perduli
Kejujuran dan dusta bergantian menulis di buku takdir
Dan hidup harus terus berjalan
Pada simpang itu nanti
Ku benam  satu_satu
Hilang harap tak membuat nestapa
Ku pilih tak memiliki harapan apa_apa meski hanya sekelebat mimpi



Kamis, 25 Oktober 2012

Perempuan Berkain Kabung

angin diam
antar ruang masih bungkam
mematut diri hanya bertemu sepi
apa arti merasa memiliki sedang itu hanya ilusi

aku perempuan berkain kabung
sejak kau ajarkan cara jatuh cinta
dan bagaimana cara terluka
bagaimana menegak anggur untuk menjadi mabuk
menyeret langkah menuju kematian

aku perempuan berkain kabung
tak sempat membaca air mengalir menyusuri lembah
ajari aku kini bagaimana berhenti memujamu
menghentikan laju dendam rindu menuju hatimu

Senin, 22 Oktober 2012

Lekang

bermula hari dari suara gemericik air
membasuh kuyub wajah lesi lalu mulai menunggu
duduk gelisah termangu membiarkan  rambut terjuntai tanpa arah
matanya melahirkan anak_anak rindu berkejaran menangkap kupu_kupu
ia mulai mengerti tentang jalan membentang pasti berujung
di suatu tempat entah dimana
dikibaskannya ekor mata sayu
tidak lagi menunggu, bergegas mengemas hati yang terburai
bagaimana tidak...kita memang selalu diperhadapkan pada kemungkinan_kemungkinan
melengkapi atas apa yang kita rindukan
menerima kenyataan bahwa ujung jalan tinggal sejengkal

meraih atau melepas

Bisu

bulan tak lagi melahirkan kata
angin tak dapat lagi menghembuskan sajak
di pertengahan musim kemarau merampas puisi dari pikiranku
ternyata kebisuan menciptakan jurang tak terseberangi
dan diam adalah pasungan

Sabtu, 20 Oktober 2012

Transisi

dari ujung ranting bagaskara tergelincir pulang keperaduan
episode dalam drama tuntas digelar
selesai sudah, tiga sampul rindu tanpa alamat terbakar di beranda
cinta adalah secawan anggur merah berbuih dalam gelas_gelas kaca
kemabukan usai hari ini
menyusur lorong_lorong tenggorokan
bulan terbit di kota_kota asing
telanjang kaki kunaiki ceruk pada wajah purnama
jika kau kembali aku telah jauh pergi
mainkan episode barumu entah berthema apa
bibirku bergeming dalam senja yang kian merona
melafal syair kemabukan cinta yang kau ajarkan

no title

sekelebat waktu
bukankah aku asap pedupaan
lesap membumbung menuju swarga loka
aku adalah doa dari rahim yang mengerang
peluh lelah lelaki menerjang matahari
aku besar dalam buaian angkara
tak masalah bila hari ini kau takik kembali luka
aku telah diajarkan alam menanggung derita
maaf, kalau kau berharap efrat mengejawentah pada mataku
ia telah kering pada tahun _tahun lalu

***

terasakah kasih yang kupintal sebelum subuh menjelang
adalah utas benang_benang rindu yang tiba_tiba pupus
seiring senyummu yang tak lagi tulus
bukan lagi senyum merekah dari kebun yang pernah kita kerjakan dulu
melainkan dari tanah asing yang tak kukenali

Jumat, 19 Oktober 2012

Sepercik Ingin

menikmati tertawamu menggelegak *
memecah siang, menyeka peluhku, di kerindangan daun_daun mangga
menggali rongga_rongga pada paru_paru sesakku
merajuk, membuai, meluluh lantakkan

ingin merasakan jangatmu memburai pori_poriku
menjadikannya tergigil gemetar
menikmati aroma tubuh melilit udara nafasku

tapi kapan
esok lusa, minggu depan, atau kelak di hari tanpa tepi
saat kita tak punya amarah
tanpa geram hujatan
diam duduk saling bergenggam tangan

*hanya suara kita yang bertaut meniti gelombang elektromagnetik

Kamis, 18 Oktober 2012

Namanama

harusnya aku temukan segaris tipis lengkung bibirmu
tercebur di bak mandiku, tapi tak ada
nama_nama lalu lalang memburu beringas menelan
dari segala era mengejarmu, juga dari masa lalu

nama_nama itu seperti hantu malam
bergelayut di pepohonan menggapaimu
tak tersisa buat tanganku sekedar menggengam jemarimu
dadaku sesak, mataku nanar

kulepas sajakah namamu, membiarkan tersapu fajar
matahari yang mengalir di sungai hari
membakar harapan kosong dari mimpi panjang

>>

tebing itu terjal kekasih
ketika kita mengayunkan langkah bersama seusai rinai pada sebuah hari
aku tak takut mendaki bersamamu
tidak pernah kekasih, begitu besar keyakinanku padamu
tetapi namanama itu menyerupa belukar menjerat
aku terjerembab
mulai memahatkan namaku sendiri pada sebuah pusara

*dan kau tau nama siapa namanama itu

Selasa, 16 Oktober 2012

Selintas Pagi

''selamat pagi sayang" gumammu sambil menyeret sendal ke arah kamar mandi
mataku terpicing mengintip matahari
kaupun terburu_buru dengan manset terakhirmu
ngebut, kalangkabut
"aku sudah sampai dear" kabar berikutnya
kali ini menggeliat terasa sangat nikmat
"ya dear" awal kata menyenyakkan mata ulang

pagi sudah melintas
panas meruah membuat gerah
mandiku keringatku
semoga hari ini tak ada perselisihan kanak_kanak
atau biar saja, mungkin nanti kita mengingatnya sambil tertawa
nanti...nanti sekali...ketika salah satu dari kita sudah pergi

Sabtu, 13 Oktober 2012

Andai Aku Amnesia

malam melarut pikiran kalang kabut
kata_kata mengumuh di sudut_sudut
perbincangan menorehkan pedih
di langit awan menggantung mewakili hati dengan mendung
seandainya saja menderita amnesia akut tak perlu lagi wajah mengkerut
lupa pada bumi yang melahirkan rumput_rumput
tak ingat lembut angin membelai rambut kusut
sungguh aku ingin amnesia agar tak perlu ingat sesiapa
tak perlu merasa terluka
tak ada yang ditunggu
tak ada yang dirindu
tak 
ada
apa_apa


selepasmu bicara
aku terbakar
memijar jadi abu

Waktu Itu Hujan Di Kotamu

mengenangmu di waktu setahun lalu
ketika rintik hujan membawamu terpaku di bibir jendela
aku menyusup bersama angin lalu berdiri di sampingmu
menggengam selembar lontar dengan puisi yang tak selesai kutulis
kenangan seperti cermin retak
memantulkan cahaya lampu ruang tamu
melahirkan wajah entah raut siapa
bahkan aku lupa wajahku sendiri
sejak itu ingin rasanya membujuk tiap gerimis mencuri wajahmu
seberapa murung dan kelam tatapmu melebihi malam
tetapi selalu ia menghablur mengisyaratkan perpisahan

Jumat, 05 Oktober 2012

Ilusi

malam tadi mimpi berkejaran tak tau aturan
tawamu renyah terdengar sumringah
ah...ternyata hanya beban rindu di dada
memori merekam suara dan imaji membentuk rupa
aku mengerang dengan hati lebam remuk redam
menatap nanar semu bayangmu
perlahan mencari cahaya matamu yang penuh (mungkin) dengan cinta
 
ratap merapat hela menggugah rasa
"jangan kau ambil dia milik kami yang paling berharga"
kulepas mimpi, aku bukan pencuri
kukembalikan imaji
kuletakkan ilusi
 

Friday Morning


musim sudah mengkhianatiku (entah siapa lagi setelah ini)
ditaburkannya bintang yang seharusnya tersembunyi pada awan kelabu
tak ada nyanyian tik...tik...tik...sebab hujan tak menitik
sunyi yang miris tanpa gerimis

waktuku tak panjang sebelum bejana tanah ini harus pulang
apa yang akan kutinggalkan sebagai kenangan
kupahatkan senyum yang terjadai hanya seringai
kulukis tawa kanfas tergurat luka

kau bukan bintang pagi bukan juga matahari
ku miliki kamu sebagai dirimu
dalam amarah, sedih, juga kecewa meski tak seutuhnya
friday morning, menembus jalan buntu
aku kelu ditelan waktu

Selasa, 02 Oktober 2012

Peron Pasar Turi

sore yang ranum
derak gemertak rel kereta berpacu detak jantung tak beraturan
matanya menyususuri setiap wajah yang datang
menunggu kekasihnya di kereta yang pertama
atau setidaknya kereta berikutnya

lengking sirine parau membelah telinga
bersahutan lengking nyaring rindu
terbungkus selembar ingatan tentang pelukan pertama
sebuah kehangatan yang tanggung
hanya terasai di imajinya

penjaja tissue melintas
sepasang mata jalang mengerling
ia tetap ada di sana menunggu kekasihnya
surya lenyap berganti lampu tetokoan sepanjang peron

siapa dinanti siapa yang ditunggu
penjaja tissue telah pulang mata jalang berubah juling
tak ada sesiapa menghampiri
peron sunyi
tubuhnya lesi
kulit melekat daki
   

Metafora

Menyusuri jalan di hatimu kekasih
Bagai berada pada ruang orkestra
Degub jantungmu syimfoni yang digubah kehidupan
Bentangan padang tanpa tepian
Padanya kugembalakan rindu

Derai tawamu angin sepoi musim kemarau
Meniup ranting gemersikkan daun
Menjelma kangen meretas rindu
Lalu hariku ditemani ribuan kupu-kupu
Yang terlepas dari kukungan senyumanmu

Early Morning

Pagi terlampau dini
Menatapmu terlelap kekasih
Kuselimutkan cinta
Semoga kabut tak terlalu pekat menelanmu
Dan...
Kutinggalkan sebuah ciuman
Sekedar kau tau si "dingin" ini
Memiliki kasih sayang yang tak lekang
Termakan waktu yang garang

Senin, 01 Oktober 2012

Haruskah kuberi judul?

Sang bijak mengajarkan masa depan dari sejarah
Tetapi aku tak menyukai sejarah, bersembunyi dari fakta
Sebut saja pecundang
Aku semakin tak menyukai sejarah
Hanya menukil_nukil luka yang telah kering
Sejarah yang memaparkan jejak hitam
Kemana harus sembunyikan ralita
Di sejarah kita terpisah
Padanya waktu tak berpihak
Jadi biarkan aku tetap  menghitung mimpi

*Ternyata sejarah hidupku masih mengiring bukti:
  Aku bermimpi tentang mimpi
































































































Sabtu, 29 September 2012

Kita Tak Tau

Bila kau tak tau berapa jarak
sebuah bintang dari matamu
aku pun juga tak tau
tapi aku lebih tak tau
berapa jarak tindakan dengan ucapan
yang menyebutkan nama-nama kehidupan

Hingga aku tak bisa berhenti bertanya

Telah ku serahkan resah pada badai
sementara aku tak tau berapa usianya matahari
seribu badai mengembalikan resah padaku
sementara aku tak tau kapan padamnya matahari

Semuanya engkau pun tak tau
tapi engkau lebih tak tau
siapa saja yang ikut mencoret sajakku

Mataku jadi putih
menyaksikan waktu yang kita lintasi
sambil memberikan sentuhan-sentuhan kecil.

Shan

Malam temaram tanpa angin 
sunyi tergenang di seluruh daratan 
begitu tenang.. 
ketika ku dengar kembali 
pesanmu menjelang tidur.. 

Tulislah 
dan kembali 
bacakan.. 

Tentang kisah-kisah yang terpendam di jalan buntu 
tentang nafas yang reda sehabis kecewa 
tentang segala yang tak sempat mencatatkannya 
yang sesekali melintas samar 
bagai jalinan bayang-bayang di siang lengang 
tercelup warna hitam keabuan 

Ya 
serasa masih ada yang di tiupkan 
pada kejauhan masing-masing, ketiadaan kita. 
sebab belum ada jawaban 
dimanakah kita telah bertanya, 
sebab kita belum mengerti 
sebab kita belum sampai 
dalam saat-saat yang teduh 
dan di tembok-tembok yang utuh 
di atas gugus-gugus yang yang di pertahankan 
awan tergantung beku bersama malam hari. 

Setelah kembali membacanya, ku goresi 
yang harus di lupakan 
belenggu kenangan memabukan 
belenggu kemanjaan, atau impian 
mengambang ke dunia impian yang menjauh 
sebab bila seketika langit merendah 
bumi pun kembali mendebarkan hidup 
busur-busur pun bergetar gempita 
terbangkan panah-panah kilatan cahaya 
menembus awan bergantung beku 
menembus malam hari 
menembus rahasia waktu yang di perebutkan. 

Sementara kita pun di tinggal dan meninggalkan 
mengenang dan di lupakan 
sebelum fana jadi abadi 

Shan.. 
Bukan semata nasib yang memisah 
tapi adalah keliaranku semata 
sedang kau begitu jinak 
kelelaan dan kehinaan hidupku 
kau rangkul tanpa memberi tara 
hingga aku terpaut padamu. 

Kini, 
dalam tak bisa menyatukan sunyi 
kita pun jadi tergoda-mungkin 
untuk cemas atau mengutuki. 
Inilah bahasa rindu percintaan kita 
bahasa sepi yang nakal 
gendangnya menikam-nikam. 

Berapa kali purnama datang 
ku hitung dengan nafas pengharapan 
udara kian renggang di langit bogor.

Jumat, 28 September 2012

Fragmen

     Benquite yang sempurna. Undangan yang tidak lebih dari 150 orang itu hanya terdiri dari keluarga dan teman-teman dekat kedua mempelai. Lilin dan rangkaian bunga saling berebut perhatian dibanding makan malam yang tersaji. Siapapun harus mengakui kepiawaian penataan pesta itu. Kombinasi yang menunjukkan kecermatan dan selera Nana, pengantin perempuan.
     Meja paling sudut terlihat sepasang tangan yang memainkan api lilin, cahaya redup membias di wajahnya. Matanya sendu menatap kosong, sesekali terperanjat waktu jilatan lilin memakar jarinya, tak terlalu peduli rasa perih terbakar dimainkannya api lilin walau kemudian pikirannya sudah kosong kembali.
  
     "Di" seseorang menyapanya dari samping. "Makasih udah datang, aku pikir kamu ga mau memenuhi undanganku"
     "Aku pasti datang Na" jawab orang yang dipanggil "Di"
     " Ini acara penting buat kamu, mana mungkin aku melewatkannya."
     "Katakan sesuatu Di, aku akan mengikuti kemauanmu"
     "Apa Na, aku ga tau mesti bilang apa. Selamat untuk pernikahanmu ya, besokkan pemberkatannya?" orang yang dipanggil "Di" itu mengajukan pertanyaan retoris. siapa saja yang ada di situ pasti tahu pemberkatan mempelai dilaksanakan besok pagi.

     "Kamu ga cinta aku Di?"
     "Sudahlah Na, tak perlu membahas hal itu"
     "Kalau kamu bilang aku harus menghentikan pernikahan ini, aku mau Di...apa saja yang kamu minta aku ikuti. katakan kamu mencintaiku." Nana mendesah berat...matanya putus asa.
     " Aku ga pernah mencintaimu Na, lanjutkan prosesimu"
     "Baiklah kalau begitu." Nana berucap, sekelebat benda mengkilat keluar dari gaun pestanya... terlambat lelaki itu menyadari apa yang selanjutnya terjadi.
     "Akhh...."Sedikit keluhan keluar,..... darah merembes.....semua mata terperangah memandang tubuh yang terkulai.
     "Aku mencintaimu Na...aku mencintaimu." Mata yang tadi menatap kosong nyala api lilin merembes air mata. "Aku bohong kalau bilang ga cinta kamu" terbata-bata kalimat keluar dari bibirnya.
Di pelukannya Nana menghembuskan nafas, wanita yang teramat ia cintai tetapi yang tak punya pilihan menolak pinangan pria lain.

Just Want To Be With You

Aku ingin bisa menghentikan waktu
Untuk bisa selalu bersamamu
Tak ingin aku di masa depan jika kau tak ada di situ
Setiap detik, setiap waktu, ada hal berharga bagiku
Ketika bersamamu selalu



Minggu, 23 September 2012

Sajak Pucat

Sayang....
Maafkan bila sajak ini sedemikian pucat
Dan cinta yang mengiringnya compang_camping
Gemetar tanpa kekuatan
Menitis gerhana dalam rahim malam
Sayang....
Berapa kali langkah terantuk
Berapa memar melepuh
Sungguh aku kehilangan arah berpusar pada kesenyapan
Mengikut jejakmu membawaku terdampar di negeri asing
Tanpa suluh tanpa penunjuk arah

Langit

Bernyanyilah dalam getar-getar bunga
atau duduk saja menikmati malam 
mungkin angin akan datang menengokmu dalam kecemasan 
tapi yang ingin di ucapkannya 
adalah kata-kata yang terpandam dari hatimu. 


Bernyanyilah dalam selimut-selimut batu 
atau mengembara dalam hujannya kata-kata 
sebab langit yang turun adalah sahabat bumi 
yang menyiram kebun-kebun asuhannya 
itulah bahasa 
tapi matamu telah buta membacanya.

Sabtu, 22 September 2012

Cinta

Cinta, aku takkan memperindah kata-kata karena aku hanya ingin menyatakan cinta dan kebenaran adakah yang lebih indah dari cinta dan kebenaran? maka memerlukan ratusan kata indah.. Tidak, Kebun Mawar inilah rasa cintaku! Cintaku yang kucinta Cintaku yang membakar rasa benci Cintaku yang meluluhkan dendam dan dengki Kamu itu adalah cintaku...

Jumat, 21 September 2012

When U need To Remember Me

Kalau kau ingin mengingatku Kenang aku seperti penyair kehabisan kata Menggumuli pikiran yang merana Tanpa bisa mengungkapkan rasa Dada ini sesak Dengan diam menganak_sungaikan air mata Turun mengalir sampai menghanyutkan diri sendiri Mati tenggelam dalam kesedihan panjang Di horizon remang senja kehabisan cahaya Waktuku tak lama sebelum akhirnya tiada Kekasih..... Mataku tertutup membawa rautmu dalam tidur panjangku

Cukup Sudah

Maka inilah yang ku kata 'cukup'
Cukup sampai disini mengantar bayanganmu pulang ke jasadnya
Cukup mengingat rona merah dadu semburat di pipi sore tadi (waktu bayangmu mencuri sesuatu dari bibirku)
Cukup untuk bualan kata bersimpang siur antara tawa, canda dan luka
Kukembalikan aroma tubuh, keringat bergumul debu, juga hela'an nafasmu
Cukup sudah....lalu jemariku mendesah lelah


*nite my beloved ^_^*

What Should I Do


Aku ingin menghentikan ingin 
Damai dalam kematian rasa 
Berhenti di titik nadir lalu lesap 
Tanpa ingatan tentang masa lalu 
 Tanpa harapan masa mendatang 
 Mengapa aku menyerahkan diri pada kekuatan yang membunuhku 
dan meredupkan cahaya matahari 
Atas nama cinta yang menyusuiku hingga dewasa 
Aku lupakan ingin menghentikan ingin 
Biar saja abu-abu jalanku 
Ada dan tiada sama saja

Jumat, 14 September 2012

To meet U

Kibasan anak rambut Nana menghasilkan butiran air seperti sprayer. ''Kota aneh'' gerutunya sambil meletakkan berkas seminar diatas nakas. Kotanya sendiri saat ini kering, panas, dan berdebu, tapi disini seperti hanya punya satu musim: hujan. Mengecilkan suhu ruangan, melempar remote AC ke tempat tidur, untuk kemudian menyambar handuk ia pergi mandi. Berendam air hangat sudah ada dibenaknya semenjak dari tempat seminar. Dingin adalah hal yang tidak disukainya, mungkin karena kotanya terletak di dataran rendah sehingga ia lebih terbiasa dengan gerah juga keringat. Suara Jasson Miraz dari hand phone yang dibawa masuk kamar mandi hilang begitu saja, pikirannya kosong...tenggelam bersama tubuhnya di dalam bathup. ''Ach, bisa ketiduran di sini aku'' bergegas diselesaikan mandinya. Tank top maroon dengan celana pendek jeans melekat di tubuh, rambutnya bergelung handuk, hingga dirasakannya sebuah tangan membekab mulutnya dan sebelah tangan lagi menekannya kebelakang bersandar tubuh pelaku. Kalut...takut...darahnya berhenti mengalir, ''apa aku tadi ga ngunci pintu, perasaan sudah'' Hening...ruang kamar hotel itu benar_benar senyap, akal sehat Nana melarangnya untuk berteriak. ''Bisa dicekiknya aku nanti'' Nana berlogika. ''Tapi kenapa orang ini diam saja?'' bahkan dari balik punggungnya Nana merasakan degub jantung yang tak kalah kencang dari dirinya sendiri ''Ach...penjahat amatiran ini kayaknya.'' dengan sekali gerak memutar berhasil dirubahnya posisi tubuh, mereka berhadapan. Sekarang jantungnya bukan lagi berdetak kencang, tetapi berhenti sama sekali. Penjahat itu merengkuhnya...Nana terisak, tak ada upaya melepaskan diri. Ini kotanya, daerah kekuasaannya. Dengan tahu jadual seminar Nana mudah menemukannya. Satu lagi ciri penanda: gelang yang sama. Terlalu berani berspekulasi tetapi itulah dia. Apa lagi sekarang yg bisa dilakukan Nana...entahlah, yang jelas aku berhenti berimajinasi sampai di sini :D

Kamis, 13 September 2012

Aku Ingin Kau Mencintaiku

Aku ingin kau mencintaiku 
Seperti matahari yang tak ingkar pada pagi.
Sebening embun memantulkan wajah rumput tempatnya bergayut.
Aku mau kau mencintaiku 

Selembut udara mengabarkan wangi tanah basah seusai hujan.
Aku mau kau mengingatku 

Seperti serdadu mendekap senapannya di medan laga.
Aku mau..aku ingin

Rabu, 12 September 2012

When I'm Broken

Di bawah kaki langit
Sore menelikung tajam
Dihempasnya aku pada terjal karang kehidupan
Hendak tertawakah engkau angin
Aku memang remuk namun tak berarti tanpa bentuk

Selasa, 11 September 2012

Memimpikan Mimpi

Katakan padaku bagaimana dapat ku eja namamu tanpa terluka
Menepis segala ingin yang membumbung seperti asap perapian
Aku lelah, kakiku berdarah
Mengikut kemana hati beranjak
Aku mengunyah mimpi seperti kanak_kanak menelan sarapan paginya
Tersedak...tersadar, bentang mimpi dan nyata tak terseberangi
Aku membasuh luka dengan cuka, nikmati perihnya

Senin, 10 September 2012

Aku Memilihmu

Minggu, 09 September 2012

Lady Rose

Jumat, 07 September 2012

Lelaki Di Punggung Bulan

Wangi Vodka terhunus di bibirmu
Sementara matamu mencari kata-kata
Berharap menemukan secarik pesan
Nihil.... seteguk Vodka mengalir kembali

Di punggung bulan biasanya dadamu telungkup
Tertawa seperti kanak-kanak manja
Membisikinya tentang mimpi
Meninggalkan ciuman kecil sebelum bola matamu menjadi sayu

Lelaki di punggung bulan
Luka berdarah jantungnya terhujam pedih
Bulan pudar hilang semarak
Tinggal sedih paling pedih, cinta tak berujung bahagia




Tepi Rhein

Tepian Rhein
Ada rindu mengapung tak bertuan
Kecipak airnya bagai puisi paling puitis
Yang hanya mampu dipahami kerikil di bawahnya
 Lalu seraut bayangan jatuh
Itu wajahmu.