Kamis, 25 Oktober 2012

Perempuan Berkain Kabung

angin diam
antar ruang masih bungkam
mematut diri hanya bertemu sepi
apa arti merasa memiliki sedang itu hanya ilusi

aku perempuan berkain kabung
sejak kau ajarkan cara jatuh cinta
dan bagaimana cara terluka
bagaimana menegak anggur untuk menjadi mabuk
menyeret langkah menuju kematian

aku perempuan berkain kabung
tak sempat membaca air mengalir menyusuri lembah
ajari aku kini bagaimana berhenti memujamu
menghentikan laju dendam rindu menuju hatimu

Senin, 22 Oktober 2012

Lekang

bermula hari dari suara gemericik air
membasuh kuyub wajah lesi lalu mulai menunggu
duduk gelisah termangu membiarkan  rambut terjuntai tanpa arah
matanya melahirkan anak_anak rindu berkejaran menangkap kupu_kupu
ia mulai mengerti tentang jalan membentang pasti berujung
di suatu tempat entah dimana
dikibaskannya ekor mata sayu
tidak lagi menunggu, bergegas mengemas hati yang terburai
bagaimana tidak...kita memang selalu diperhadapkan pada kemungkinan_kemungkinan
melengkapi atas apa yang kita rindukan
menerima kenyataan bahwa ujung jalan tinggal sejengkal

meraih atau melepas

Bisu

bulan tak lagi melahirkan kata
angin tak dapat lagi menghembuskan sajak
di pertengahan musim kemarau merampas puisi dari pikiranku
ternyata kebisuan menciptakan jurang tak terseberangi
dan diam adalah pasungan

Sabtu, 20 Oktober 2012

Transisi

dari ujung ranting bagaskara tergelincir pulang keperaduan
episode dalam drama tuntas digelar
selesai sudah, tiga sampul rindu tanpa alamat terbakar di beranda
cinta adalah secawan anggur merah berbuih dalam gelas_gelas kaca
kemabukan usai hari ini
menyusur lorong_lorong tenggorokan
bulan terbit di kota_kota asing
telanjang kaki kunaiki ceruk pada wajah purnama
jika kau kembali aku telah jauh pergi
mainkan episode barumu entah berthema apa
bibirku bergeming dalam senja yang kian merona
melafal syair kemabukan cinta yang kau ajarkan

no title

sekelebat waktu
bukankah aku asap pedupaan
lesap membumbung menuju swarga loka
aku adalah doa dari rahim yang mengerang
peluh lelah lelaki menerjang matahari
aku besar dalam buaian angkara
tak masalah bila hari ini kau takik kembali luka
aku telah diajarkan alam menanggung derita
maaf, kalau kau berharap efrat mengejawentah pada mataku
ia telah kering pada tahun _tahun lalu

***

terasakah kasih yang kupintal sebelum subuh menjelang
adalah utas benang_benang rindu yang tiba_tiba pupus
seiring senyummu yang tak lagi tulus
bukan lagi senyum merekah dari kebun yang pernah kita kerjakan dulu
melainkan dari tanah asing yang tak kukenali

Jumat, 19 Oktober 2012

Sepercik Ingin

menikmati tertawamu menggelegak *
memecah siang, menyeka peluhku, di kerindangan daun_daun mangga
menggali rongga_rongga pada paru_paru sesakku
merajuk, membuai, meluluh lantakkan

ingin merasakan jangatmu memburai pori_poriku
menjadikannya tergigil gemetar
menikmati aroma tubuh melilit udara nafasku

tapi kapan
esok lusa, minggu depan, atau kelak di hari tanpa tepi
saat kita tak punya amarah
tanpa geram hujatan
diam duduk saling bergenggam tangan

*hanya suara kita yang bertaut meniti gelombang elektromagnetik

Kamis, 18 Oktober 2012

Namanama

harusnya aku temukan segaris tipis lengkung bibirmu
tercebur di bak mandiku, tapi tak ada
nama_nama lalu lalang memburu beringas menelan
dari segala era mengejarmu, juga dari masa lalu

nama_nama itu seperti hantu malam
bergelayut di pepohonan menggapaimu
tak tersisa buat tanganku sekedar menggengam jemarimu
dadaku sesak, mataku nanar

kulepas sajakah namamu, membiarkan tersapu fajar
matahari yang mengalir di sungai hari
membakar harapan kosong dari mimpi panjang

>>

tebing itu terjal kekasih
ketika kita mengayunkan langkah bersama seusai rinai pada sebuah hari
aku tak takut mendaki bersamamu
tidak pernah kekasih, begitu besar keyakinanku padamu
tetapi namanama itu menyerupa belukar menjerat
aku terjerembab
mulai memahatkan namaku sendiri pada sebuah pusara

*dan kau tau nama siapa namanama itu

Selasa, 16 Oktober 2012

Selintas Pagi

''selamat pagi sayang" gumammu sambil menyeret sendal ke arah kamar mandi
mataku terpicing mengintip matahari
kaupun terburu_buru dengan manset terakhirmu
ngebut, kalangkabut
"aku sudah sampai dear" kabar berikutnya
kali ini menggeliat terasa sangat nikmat
"ya dear" awal kata menyenyakkan mata ulang

pagi sudah melintas
panas meruah membuat gerah
mandiku keringatku
semoga hari ini tak ada perselisihan kanak_kanak
atau biar saja, mungkin nanti kita mengingatnya sambil tertawa
nanti...nanti sekali...ketika salah satu dari kita sudah pergi

Sabtu, 13 Oktober 2012

Andai Aku Amnesia

malam melarut pikiran kalang kabut
kata_kata mengumuh di sudut_sudut
perbincangan menorehkan pedih
di langit awan menggantung mewakili hati dengan mendung
seandainya saja menderita amnesia akut tak perlu lagi wajah mengkerut
lupa pada bumi yang melahirkan rumput_rumput
tak ingat lembut angin membelai rambut kusut
sungguh aku ingin amnesia agar tak perlu ingat sesiapa
tak perlu merasa terluka
tak ada yang ditunggu
tak ada yang dirindu
tak 
ada
apa_apa


selepasmu bicara
aku terbakar
memijar jadi abu

Waktu Itu Hujan Di Kotamu

mengenangmu di waktu setahun lalu
ketika rintik hujan membawamu terpaku di bibir jendela
aku menyusup bersama angin lalu berdiri di sampingmu
menggengam selembar lontar dengan puisi yang tak selesai kutulis
kenangan seperti cermin retak
memantulkan cahaya lampu ruang tamu
melahirkan wajah entah raut siapa
bahkan aku lupa wajahku sendiri
sejak itu ingin rasanya membujuk tiap gerimis mencuri wajahmu
seberapa murung dan kelam tatapmu melebihi malam
tetapi selalu ia menghablur mengisyaratkan perpisahan

Jumat, 05 Oktober 2012

Ilusi

malam tadi mimpi berkejaran tak tau aturan
tawamu renyah terdengar sumringah
ah...ternyata hanya beban rindu di dada
memori merekam suara dan imaji membentuk rupa
aku mengerang dengan hati lebam remuk redam
menatap nanar semu bayangmu
perlahan mencari cahaya matamu yang penuh (mungkin) dengan cinta
 
ratap merapat hela menggugah rasa
"jangan kau ambil dia milik kami yang paling berharga"
kulepas mimpi, aku bukan pencuri
kukembalikan imaji
kuletakkan ilusi
 

Friday Morning


musim sudah mengkhianatiku (entah siapa lagi setelah ini)
ditaburkannya bintang yang seharusnya tersembunyi pada awan kelabu
tak ada nyanyian tik...tik...tik...sebab hujan tak menitik
sunyi yang miris tanpa gerimis

waktuku tak panjang sebelum bejana tanah ini harus pulang
apa yang akan kutinggalkan sebagai kenangan
kupahatkan senyum yang terjadai hanya seringai
kulukis tawa kanfas tergurat luka

kau bukan bintang pagi bukan juga matahari
ku miliki kamu sebagai dirimu
dalam amarah, sedih, juga kecewa meski tak seutuhnya
friday morning, menembus jalan buntu
aku kelu ditelan waktu

Selasa, 02 Oktober 2012

Peron Pasar Turi

sore yang ranum
derak gemertak rel kereta berpacu detak jantung tak beraturan
matanya menyususuri setiap wajah yang datang
menunggu kekasihnya di kereta yang pertama
atau setidaknya kereta berikutnya

lengking sirine parau membelah telinga
bersahutan lengking nyaring rindu
terbungkus selembar ingatan tentang pelukan pertama
sebuah kehangatan yang tanggung
hanya terasai di imajinya

penjaja tissue melintas
sepasang mata jalang mengerling
ia tetap ada di sana menunggu kekasihnya
surya lenyap berganti lampu tetokoan sepanjang peron

siapa dinanti siapa yang ditunggu
penjaja tissue telah pulang mata jalang berubah juling
tak ada sesiapa menghampiri
peron sunyi
tubuhnya lesi
kulit melekat daki
   

Metafora

Menyusuri jalan di hatimu kekasih
Bagai berada pada ruang orkestra
Degub jantungmu syimfoni yang digubah kehidupan
Bentangan padang tanpa tepian
Padanya kugembalakan rindu

Derai tawamu angin sepoi musim kemarau
Meniup ranting gemersikkan daun
Menjelma kangen meretas rindu
Lalu hariku ditemani ribuan kupu-kupu
Yang terlepas dari kukungan senyumanmu

Early Morning

Pagi terlampau dini
Menatapmu terlelap kekasih
Kuselimutkan cinta
Semoga kabut tak terlalu pekat menelanmu
Dan...
Kutinggalkan sebuah ciuman
Sekedar kau tau si "dingin" ini
Memiliki kasih sayang yang tak lekang
Termakan waktu yang garang

Senin, 01 Oktober 2012

Haruskah kuberi judul?

Sang bijak mengajarkan masa depan dari sejarah
Tetapi aku tak menyukai sejarah, bersembunyi dari fakta
Sebut saja pecundang
Aku semakin tak menyukai sejarah
Hanya menukil_nukil luka yang telah kering
Sejarah yang memaparkan jejak hitam
Kemana harus sembunyikan ralita
Di sejarah kita terpisah
Padanya waktu tak berpihak
Jadi biarkan aku tetap  menghitung mimpi

*Ternyata sejarah hidupku masih mengiring bukti:
  Aku bermimpi tentang mimpi