Malam temaram tanpa angin
sunyi tergenang di seluruh daratan
begitu tenang..
ketika ku dengar kembali
pesanmu menjelang tidur..
Tulislah
dan kembali
bacakan..
Tentang kisah-kisah yang terpendam di jalan buntu
tentang nafas yang reda sehabis kecewa
tentang segala yang tak sempat mencatatkannya
yang sesekali melintas samar
bagai jalinan bayang-bayang di siang lengang
tercelup warna hitam keabuan
Ya
serasa masih ada yang di tiupkan
pada kejauhan masing-masing, ketiadaan kita.
sebab belum ada jawaban
dimanakah kita telah bertanya,
sebab kita belum mengerti
sebab kita belum sampai
dalam saat-saat yang teduh
dan di tembok-tembok yang utuh
di atas gugus-gugus yang yang di pertahankan
awan tergantung beku bersama malam hari.
Setelah kembali membacanya, ku goresi
yang harus di lupakan
belenggu kenangan memabukan
belenggu kemanjaan, atau impian
mengambang ke dunia impian yang menjauh
sebab bila seketika langit merendah
bumi pun kembali mendebarkan hidup
busur-busur pun bergetar gempita
terbangkan panah-panah kilatan cahaya
menembus awan bergantung beku
menembus malam hari
menembus rahasia waktu yang di perebutkan.
Sementara kita pun di tinggal dan meninggalkan
mengenang dan di lupakan
sebelum fana jadi abadi
Shan..
Bukan semata nasib yang memisah
tapi adalah keliaranku semata
sedang kau begitu jinak
kelelaan dan kehinaan hidupku
kau rangkul tanpa memberi tara
hingga aku terpaut padamu.
Kini,
dalam tak bisa menyatukan sunyi
kita pun jadi tergoda-mungkin
untuk cemas atau mengutuki.
Inilah bahasa rindu percintaan kita
bahasa sepi yang nakal
gendangnya menikam-nikam.
Berapa kali purnama datang
ku hitung dengan nafas pengharapan
udara kian renggang di langit bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar